Sabtu, 30 Agustus 2014

Batu Permata Natural, Sintetis dan Imitasi


Di pasar permata, ada tiga jenis permata menurut keasliannya: natural, sintetis, dan imitasi. Menurut Nugroho, permata natural adalah batu permata yang terbuat secara alami oleh alam dalam kurun waktu ratusan ribu tahun. Inilah yang dimaksud permata asli.
Sementara, permata sintetis merupakan permata buatan manusia dengan cara melakukan simulasi kondisi alam. Bahan material untuk membikin permata sintetis sejatinya sama dengan batu permata natural. Beda lagi dengan permata imitasi yang murni tiruan. Nugroho mengungkapkan, permata imitasi biasanya terbuat dari bahan plastik, gelas, ataupun keramik.
Nah, untuk membedakan permata asli maupun palsu, Anda harus memahami benar ciri-ciri permata asli atawa natural. Nugroho menjelaskan, kualitas permata yang asli bisa dikenali dengan indikator yang biasa disebut 4C. Yang dimaksud dengan 4C yaitu colour atau warna, clarity atau kejernihan, cutting atau potongan, dan carat atau karat.

Warna permata, Nugroho mengatakan, sangat menentukan kualitas permata. Semakin intens warna permata, nilainya semakin tinggi.
Tingkat kejernihan permata juga menentukan kualitas dan nilai permata. Permata biasanya memiliki serat atau urat yang biasa disebut inklusi.
Inklusi ini akan menghalangi sinar yang masuk ke batu permata. Semakin banyak serat di dalam batu permata, tingkat kejernihan semakin rendah sehingga sinar terhalang. Dan, permata yang bernilai tinggi biasanya memiliki tingkat kejernihan yang tinggi.

Indikator lainnya adalah pemotongan permata. Proses ini meliputi kualitas gosokan, keseragaman kaca-kaca gosokan, dan polishing alias sentuhan tahap akhir. "Semakin rapi dan proporsional pengerjaan pemotongan, nilai permata semakin tinggi," ujar Nugroho.

Indikator terakhir adalah karat. Karat merupakan satuan standar berat untuk permata. Nugroho menyebutkan, satu karat setara dengan 0,2 gram.Semakin berat atau semakin tinggi karat permata tersebut, harganya pun kian mahal lantaran semakin langka.

Leticia Permata, Head of Education Institute Gemology Paramita, Jakarta, menyatakan, indikator 4C sebenarnya lebih tepat digunakan untuk menilai permata jenis berlian. Meskipun, keempat indikator tersebut bisa juga dipakai untuk menilai kualitas batu permata.

Menurut Leticia, penilaian utama permata adalah warna. Penggemar permata biasanya membeli permata karena warnanya. Makanya, penilaian warna pada permata lebih rumit. Kalangan pedagang permata umumnya punya tingkat warna sendiri. Tak cuma sekadar mencari permata dengan kelir merah, misalnya. Namun, warna merah dengan kriteria tertentu. "Untuk permata berwarna seperti safir dan rubi, nomor satu yang mesti dipertahankan adalah warna," ujar Leticia.
Karena itu, penggemar permata biasanya tidak mencari potongan alias cutting yang sempurna seperti pada berlian. Sebab, pemotongan permata biasanya mengikuti ke mana arah warna berada. Sulit untuk mencapai potongan yang sangat bagus seperti berlian. Makanya, semakin rapi potongan permata, harganya semakin mahal. Meskipun, bobotnya biasanya akan berkurang karena banyak bagian batu permata yang hilang saat dipotong.

Mengamini pernyataan Nugroho, Leticia mengatakan, warna yang sangat bagus akan menentukan kualitas dan harga berlian. Permata yang bernilai tinggi biasanya juga tidak banyak memiliki cacat. Yang dimaksud cacat adalah urat atau serat di dalam batu. Sebab, selain menghalangi sinar, urat di dalam batu akan mempengaruhi keawetan permata.

Efek fenomena
Selain warna, nilai permata juga dipengaruhi oleh apa yang biasa disebut sebagai fenomena. Leticia bilang, fenomena merupakan efek optik yang tak lazim pada batu permata. Selain menimbulkan nuansa khusus, harga permata dengan fenomena yang menarik dan langka akan semakin mahal.
Menurut Nugroho, fenomena pada permata yang paling populer adalah efek asterisme. Permata yang memiliki efek ini akan menampakkan garis berbentuk bintang. Ada juga fenomena yang disebut efek chatoyancy atau sering disebut efek mata kucing. Permata yang memiliki fenomena tersebut bakal menampakkan garis di tengah batu permata sehingga menyerupai mata kucing.
Fenomena lainnya adalah efek adularescence yang akan menimbulkan efek berkilauan. Ada juga permata yang bisa berubah warna di sumber cahaya yang berbeda. Selain itu, fenomena lain ialah yang disebut play of color. "Warna permata yang memilik fenomena ini bisa berubah-ubah seperti lampu disko," ujar Nugroho.

Permata dengan fenomena yang sama juga bisa memiliki nilai yang berbeda. Sebab, fenomena efek bintang, misal, bentuknya bermacam-macam. Kalau terletak di pinggir, harganya lebih rendah ketimbang fenomena efek bintang yang terletak persis di tengah permata dan berukuran panjang.
Leticia menambahkan, faktor penentu lainnya adalah transparansi. Permata yang transparan akan memantulkan cahaya lebih jelas. Berbeda dengan batu opaque yang tidak tembus cahaya. Transparansi dalam permata biasanya juga memiliki tingkatan berbeda yang berpengaruh ke harga permata. Hanya, tidak semua jenis permata yang bagus memiliki transparansi. Soalnya, "Ada jenis permata yang lebih bagus kalau semi transparan," kata Leticia lagi.

Dalam dunia permata, dikenal juga istilah treatment. Nugroho menjelaskan, yang disebut treatment pada permata adalah manipulasi untuk membikin permata lebih cantik. Contoh, menjadikan warna permata lebih intens atau meningkatkan kekuatan permata. Tentu saja, treatment pada permata akan mempengaruhi harganya. Dengan kualitas yang sama, permata yang mengalami treatment lebih murah ketimbang permata yang tidak mengalami proses tersebut.
Meski mengalami treatment, bukan berarti permata tersebut tergolong sintetis atau tidak natural. Menurut Nugroho, treatment tidak menjadi indikator keaslian permata. Biasanya, yang mendapat treatment justru permata natural.

Kalau proses treatment tidak menjadi indikator keaslian permata, lalu bagaimana membedakan antara permata natural dan permata sintetis?

Wiryo Sumekto, penggemar permata, bilang, cara paling gampang untuk melihat permata asli atau bukan adalah dengan melihat serat-serat di dalam batu permata tersebut.
Segendang sepenarian, Haleed mengatakan, serat atau inklusi merupakan ciri khusus permata. Permata natural biasanya memiliki serat. Sementara, permata sintetis tak memiliki serat. Bentuk dan warna permata sintetis juga tampak lebih sempurna ketimbang permata natural.
Tapi, menurut Nugroho dan Leticia, ada tidaknya serat pada permata juga tidak bisa menjadi patokan dalam menilai permata asli atau palsu. Hukum itu kini sudah tak berlaku lagi.
Nugroho menuturkan, pada perkembangannya, produk sintetis dibuat sangat mirip dan hampir mendekati permata natural. Kini, permata sinetetis pun juga memiliki serat.
Leticia menjelaskan, permata sintetis sudah diproduksi sejak abad ke-15. Mulai saat itu, permata tiruan dibikin semakin mirip dengan aslinya, sehingga kian sulit untuk dikenali dengan mata telanjang. "Kalau semudah itu, tidak banyak orang yang salah dalam membeli permata palsu," ujar Leticia.
Metode gemologi
Pengujian permata asli oleh masyarakat seperti meneteskan air di batu permata, juga tidak benar secara alamiah. Sebagian kalangan menilai, kalau air menggumpal saat diteteskan ke batu, berarti permata tersebut asli. Padahal, Nugoho bilang, tidak selalu begitu. Sebab, ada batu permata yang reaksinya memang berbeda.

Begitu pula dengan pengujian lain seperti menggoreskan batu permata ke kaca. Menurut Nugroho, permata natural maupun sintetis sama-sama bisa menggores kaca asalkan memiliki kekerasan yang lebih tinggi ketimbang kaca yang digores. "Permata imitasi sekalipun kalau lebih keras bisa juga menggores kaca," tegasnya.

Itu sebabnya, Leticia bilang, perbedaan permata natural dan sitetis hanya bisa dibuktikan dengan melihat ke dalam batu permata tersebut. Namun, Anda jangan berharap bisa melihatnya dengan mata telanjang. Setidaknya, Anda harus memakai mikroskop untuk memeriksa permata tersebut. Itu pun, Anda mesti memiliki pengetahuan untuk bisa membedakan permata asli dan palsu.
Senada, Nugroho mengatakan, untuk benar-benar menilai permata asli atau sintetis, Anda mesti melalui prosedur dan metode gemologi. Selain penggunaan mikroskop untuk menguji sifat permata yang kasat mata, pengujian juga mesti menggunakan serangkaian alat lainnya yang biasa digunakan dalam laboratorium gemologi.
Tanpa proses laboratorium, Nugroho menegaskan, sulit sekali menilai, apakah permata tersebut asli atau sintetis. Bahkan, sebagai seorang gemologist, ia tidak akan memberikan komentar, apakah sebuah permata asli atau bukan hanya dengan melihatnya saja. Pasalnya, kalau cuma pemeriksaan visual, hasilnya sangat riskan. "Bila Anda menuntut saya menerka, saya tidak akan berkomentar sebelum melalui prosedur pemeriksaan laboratorium," tegas Nugroho.
Nah, kalau tak ingin tertipu membeli permata mahal tapi palsu, Anda sebaiknya memang berkonsultasi terlebih dahulu ke laboratorium gemologi. "Biar lebih aman, sebaiknya Anda bawa permata itu ke laboratorium gemologi," saran David.

Untuk sekadar konsultasi, Anda akan memperoleh memo yang berisi laporan identifikasi permata. Di memo ini, Anda bisa tahu, apakah permata yang dibeli natural atau sintetis. Biaya pengujian di laboratorium sekitar Rp 100.000.

Laboratorium biasanya juga mengeluarkan sertifikat yang berisi identifikasi lengkap mengenai batu permata. Bukan cuma keaslian, tapi juga identifikasi berat, dimensi, transparansi, warna, dan treatment. Biayanya sekitar Rp 400.000 sampai Rp 750.000.
Biar tidak repot dan lebih aman, Anda sebaiknya membeli permata yang sudah memiliki sertifikat. Anda bisa memeriksa kebenaran sertifikat permata tersebut kepada laboratorium yang menerbitkannya.

Ya, sertifikat permata menjadi bagian penting dalam perdagangan permata. Investor akan lebih aman kalau permata yang ia beli memiliki sertifikat. Namun, Leticia mengingatkan, laboratorium yang mengeluarkan sertifikat haruslah independan. Kalau tidak, laboratorium tersebut bisa memiliki kepentingan terhadap permata yang diujinya. Untuk itu, Nugroho menyarankan, ada baiknya Anda melakukan pengecekan ulang sertifikat dan permata yang akan Anda beli ke laboratorium lain. Saran lain adalah, belilah permata di toko permata yang kredibel dan sudah memiliki reputasi.
Nah, selamat berburu permata yang asli, dan jangan lupa mengujinya ke laboratorium gemologi biar Anda tidak mendapat permata palsu.

(KONTAN Edisi Khusus April 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar